Amurang, - Batu Akik kian menjadi trend bagi warga indonesia khususnya warga Sulut, untuk kawanua kini mulai melirik batu akik spesial dari kabupaten Minahasa Selatan (Minsel) dari desa tewasen kecamatan Amurang Barat.
Batu Akik desa Tewasen yang kini digandrungi kawanua diberi nama Akik Liwason yang memiliki kekhasan tersendiri.
Akik Liwason ini banyak diserbu para penggila akik, terbukti dalam pameran akik yang dilakukan di Amurang mulai selasa (18/8) kemarin.
Bahkan Bupati Minsel Christiany Eugenia Paruntu pun tak luput mengejar akik Liwason tersebut.
Menurut Stanley Tumbel warga desa Tewasen mengatakan akik Liwason ini memiliki khasiat bagi kaum lelaki dan kalagan hawa.
"Akik Liwason ini selain memiliki "kesaktian" jika beruntung memiliki motif yang indah," Ungkap Tumbel.
Bagi akik maniak tentunya tak akan lengkap koleksinya tanpa memiliki akik Liwason ini, maka dianjurkan agar anda segera mengunjungi pameran di Amurang yang akan dilangsungkan selama beberapa waktu kedepan.(Obe)
Batu Akik Liwason Desa Tewasen Idola Baru Kawanua
Posted on Jumat, 18 Maret 2016 with kegiatan-kampoeng Tidak ada komentarSejarah Mengapa Minahasa disebut Keturunan Asli Mongolia
Posted on with peristiwa, utama 1 komentar
Warga Minahasa jika dipandang
dari sejarah, Sebenarnya adalah garis keturunan Mongolia, dan kita lebih
mengenal nenek moyang kita adalah Toar dan Lumimuut, ini sepenggal kisah Nenek
Moyang Minahasa berasal dari Mongolia sampai berada di Minahasa.
Toar dan Lumimuut adalah nenek
moyang bangsa Minahasa, Sejarah Toar dan Lumimuut dimulai pada saat berdirinya
kekaisaran Mongolia yang dipimpin oleh Kaisar Genghis Khan.
Pada tahun 1206, Genghis Khan
mempersatukan suku-suku Mongolia yang terpecah-pecah dan saling berselisih
antara satu dengan yang lain dan Panglima perang Genghis Khan pada saat itu
adalah Toar Lahope.
Dibawah kepemimpinan Toar,
pasukan Kekaisaran Mongolia berhasil menguasai seluruh benua Eurasia.
Penaklukan tersebut dimulai dengan menguasai dinasti Xia Barat di Republik
Rakyat Tiongkok Utara dan Kerajaan Khawarezmi di Persia.
Pada masa puncak kejayaannya,
Kekaisaran Mongolia berhasil menguasai sebagian besar wilayah Asia Tenggara ke
Eropa tengah.
Panglima Toar memiliki seorang
kekasih bernama Lumimuut, yang keseharian bekerja sebagai pelayan di istana Kaisar.
Lumimuut adalah seorang gadis
cantik yang kecantikannya disetarakan dengan dewi-dewi dan sikap tuturnya halus
serta berbudi.
Kecantikan Lumimuut ini membuat
Ogedei Khan, anak dari Genghis Khan tergila-gila kepadanya.
Dibutakan oleh kecantikan
Lumimuut, Ogedei Khan berencana menyingkirkan Toar. Usaha pembunuhan itu
diketahui oleh Toar dari laporan seorang bawahannya.
Karena tak ingin berseteru dengan
Ogedei Khan yang merupakan calon pengganti kaisar Genghis Khan, Toar berencana
untuk melarikan diri bersama Lumimuut menggunakan kapal.
Pada saat akan berangkat, pasukan
pembunuh yang dikirim Ogedei Khan menemukan lokasi kapal Toar dan Lumimuut.
Toar menyuruh Lumimuut untuk
berangkat lebih dahulu ke tempat yang mereka sepakati, sementara ia dan anak
buahnya yang setia bertempur melawan pasukan pembunuh bayaran Ogedei Khan.
Toar berhasil selamat dari usaha
pembunuhan Ogedei dan melarikan diri ke wilayah Xia. Disana ia bersembunyi
selama 2 tahun sebelum menyusul Lumimuut.
Kapal Toar berlabuh di sebuah
pulau kecil yang kosong bernama Lihaga. Ia berencana tinggal di pulau itu
karena dirasanya aman, tapi sulitnya air tawar di pulau tersebut membuat Toar
berpindah ke pulau Talise.
Selama beberapa waktu, Toar
menyusuri pulau-pulau di sekitar Talise untuk mencari tahu keberadaan Lumimuut.
Saat ia tiba di pulau Bangka yang
ternyata berpenghuni, ia mendengar bahwa beberapa tahun lalu ada rombongan
orang asing yang datang dengan kapal ke Likupang. Di antara rombongan tersebut
terdapat seorang wanita cantik.
Toar berangkat ke Likupang dan
menemukan Lumimuut bersama rombongannya. Di Likupang, Lumimuut tinggal bersama
seorang wanita tua bernama Karema. Ia adalah pemimpin (yang dituakan) di kampong
tersebut.
Toar dan Lumimuut dinikahkan oleh
Karema pada tahun 1218 di Likupang. Mereka tinggal di sana selama 3 tahun
sampai datangnya rombongan pasukan Ogedei Khan yang mengejar mereka ke
Likupang.
Akibat pengejaran ini, Toar
memutuskan bahwa tinggal di daerah pesisir tidak aman, karena kapal Ogedei Khan
bisa datang kapan saja.
Toar dan Lumimuut membawa rombongan mereka ke
daerah pegunungan dan membangun pemukiman di tempat yang bernama Kanonang. Toar
meninggal di sana pada tahun 1269 dalam usia 86 tahun.
Tahun Penetapan Wilayah Desa Tewasen Tempoe Doeloe
Posted on with sejarah kampoeng, utama Tidak ada komentarFoto : Amurang, dipotert pada tahun 1924 |
Pada tahun 670
Penetapan pembagian pemukiman setiap kaum Taranak - Setiap kaum Taranak dapat
mengembangkan ketentuan adat dan ritual yang tetap berlandaskan kepercayaan
terhadap Empung Walian Wangko (Tuhan Yang Maha Agung) dan opo (leluhur).
Setiap kaum Taranak dapat mengembangkan bahasa sesuai kehendak masing-masing,
namun semuanya tetap mengaku sebagai satu Kasuruan, yang tidak dapat
dicerai-beraikan oleh siapapun.
Selanjutnya pembagian wilayah pemukiman diatur sebagai
berikut (Termasuk Desa Tewasen) :
1. Taranak yang dipimpin oleh Tonaas Mapumpun, Belung, dan
Walian Kakamang menuju sekitar Gunung Lokon dan bermukim di Mayesu, dekat
Kinilow dan Muung. Mereka disebut Tou Muung kemudian menjadi Tomohon. Mereka
dinamakan Tombulu.
2. Kaum Taranak yang dipimpin oleh Tonaas Walalangi dan
Walian Rogi menuju ke Niaranan dan Kembuan (Tonsea Lama). Sebagian lagi
mendirikan pemukiman di sekitar Gunung Kalawat (Klabat). Mereka disebut “Tou Un
Sea” (Tonsea)
3. Taranak
yang dipimpin oleh Tonaas Karemis dan
Piay, pergi ke arah barat dan menyebar ke Tombasian, Kawangkoan,
Langowan, Rumoong (Tareran) dan Tewasen.
4. Taranak yang dipimpin oleh Tonaas Pangemanan, Runtuwene
dan Mamahit, menuju ke Kakas, Atep dan Limambot. Mereka dinamakan Toulour.
5. Kaum Taranak yang dipimpin oleh Tonaas Wuntu, menuju ke
Bentenan. Sebagian lagi mendirikan pemukiman di Ratan. Mereka disebut Ratahan.
Yang menuju ke Towuntu (Liwutung), mereka disebut tou Pasan. Beberapa di antara
tou Pasan mengadakan tumani dan bermukim di Tawawu (Tababo), Belang dan
Watuliney, membaur dengan penduduk dari Taranak Ponosakan, yaitu keluarga
Butiti, Wumbunan dan Tubelan yang datang dari Wulur Mahatus (Pontak). Mereka
disebut tou Ponosakan.
6. Kaum Taranak yang dipimpin oleh Tonaas Kamboyan, menuju
ke dataran sekitar Danau Bulilin, tempat asal mereka semula dan mendiami
pemukiman di Bukit Batu, Kali dan Abur.Mereka disebut Toundanouw (Tondano),
artinya orang yang tinggal di sekitar air. Kemudian bangsa Belanda menamakan
mereka Tonsawang, artinya orang yang suka menolong.
7. Kaum Taranak yang dipimpin oleh Tonaas Angkoy dan
Maindangkay menuju ke arah barat hingga tiba di sekitar Gunung Bantik dan
mendirikan pemukiman Malalayang. Beberapa di antara mereka pergi bermukim di
Pogidon dan Singkil. Karena bermukim di sekitar Gunung Bantik, mereka dinamakan
tou Bantik.
(Dikumpulkan dari beberapa Sumber yang dapat dipertanggung Jawabkan,)
SVR diujung Tanduk,Bakal Dilengserkan CEP
Posted on Sabtu, 14 Juni 2014 with kegiatan-kampoeng, utama Tidak ada komentarStevanus Vreeke Runtu (SVR) Ketua DPD Golkar Sulut |
Pertarungan kancah politik
yang berawal dari Kabupaten Minahasa di Pemilihan Presiden (Pilpres) ini
ternyata bakal jadi tolak ukur jawaban teka teki penentu calon Pimpinan DPRD
Sulut periode 2014-2019, dua tokoh Politik asal Minahasa, Vreeke Runtu ketua
DPD Partai Golkar sulut Tim pemenangan Prabowo Subiyanto - Hatta Rajasa dan
Steven Kandouw Wakil Ketua DPD PDI Perjuangan Sulut tim pemenangan Joko Widodo
- Jusuf Kallah.
Vreeke Runtu dan Steven Kandouw terpilih menjadi anggota
DPRD Sulut Periode 2014-2019 dari daerah Pemilihan Kabupaten Minahasa dan Kota Tomohon, PDI Perjuangan raih kursi
terbanyak maka hak Ketua Dewan milik Partai berlambang banteng dan partai telah
mengusulkan 3 nama salah satunya Steven Kandouw, sementara Golkar dibawah PDI
Perjuangan, Vreeke Runtu adalah ketua DPD sehingga peluang menjadi Wakil Ketua
DPRD Sulut ketangannya.
Pengamat Politik dan Pemerintahan Sulut Taufik Tumbelaka menilai
Vreeke Runtu dan Steven Kandouw masih belum dapat dipastikan menduduki posisis
tersebut, masih banyak faktor dapat merubah semua itu, hasil kerja Pemenangan Capres
– Cawapres di kabupaten Minahasa akan menjadi tolak ukurnya.
“Walaupun Sulut khususnya Minahasa hanyalah bilangan kecil
dalam jumlah pemilih, namun pertarungan ini sudah menjadi taruhan Gengsi, jika
Vreeke tak mampu kerja maksimal memenangkan Prabowo Subiyanto - Hatta Rajasa di
kabupaten Minahasa dan Tomohon, akan berakibat buruk dalam karir politik
Vreeke,” Jelas Tumbelaka.
Tumbelaka mengatakan, Vreeke Runtu saat ini dalam posisi
terjepit, banyak kader Golkar yang menyeberang ke tim pemenangan Joko Widodo - Jusuf
Kallah, ini menandakan kredibilitasnya sebagai Ketua Partai mulai diragukan,
orang-orang dekatnya secara terang-terangan meninggalkannya ini mengancam karir
politiknya.
“Jika Seorang pemimpin sudah mulai ditinggalkan, kejatuhan
kepemimpinan tinggal menunggu waktu, perlu diwaspadai jangan sampai ide Musdalub
untuk melengserkan Vreeke dari posisinya muncul kembali, ide seperti ini
sebelumnya pernah lantang disuarakan, namun karena Orang-orang yang berada
didekatnya mampu memback up maka itu tak terjadi,namun kini berbeda rekan-rekan
partainya yang dulu membelanya kini sudah berseberangan dengannya,” tegas Tumbelaka.
Lanjut katanya, penetuan akhir nasib Politik Vreeke Runtu
setelah pencoblosa 9 juli 2014 ini, disaat hasil perolehan suara Prabowo - Hatta
Rajasa kalah, waspada terhadap Musdalub dan jika ini terjadi maka posisinya
nanti sebagai Wakil Ketua DPRD Sulut ikut lepas.
“Disaat itulah peluang wakil ketua Dewan akan terbuka besar
bagi Deky Palinggi, karena Palinggilah yang memiliki suara terbanyak untuk
partai golkar, dan kepentingan Politik terbesar saat ini peluang menjadi ketua
DPD Golkar Sulut adalah Bupati Minahasa Selatan Tetty Paruntu yang tak lain
adalah Istri Deky Palinggi. Kalau Marlina Moha SIahaan peluangnya Sudah kecil
mengingat MMS kini sedang jadi tersangka kasus TPAPD” Ungkap Tumbelaka.
Sementara itu, untuk Steven Kandouw halangan menduduki ketua
DPRD Sulut adalah tetap konsisten meraih kemenangan terhadap Joko Widodo –
Jusuf Kallah, namun ini sepertinya tidak terlalu dikhawatirkan, Mengingat saat
ini kabupaten Minahasa kini kepala daerahnya adalah usungan dari partai PDI
Perjuangan Sulut, yang sudah tentu telah mendapat mandat khusus dari partai.
“Setahu saya untuk PDI Perjuangan Sulut, yang diusulkan duduki
ketua Dewan selain Steven Kandouw juga ada Frangky Wongkar sekertaris DPD dan
Andre Angouw Wakil Ketua DPD, ini jika dilihat sepintas sedikit membuat bingung
Olly Dodokambey selaku ketua DPD karena ketiga orang ini adalah tangan
kanannya, namun dari kacamata perhitungan saya, Frangky Wongkar bakal di usung
ke Pemilihan kepala daerah Minahasa Selatan,Sementara Andrei Angouw ke
Pemilihan Walikota Manado,Sehingga kemungkinan besar Steven Kandouwlah yang
akan ditunjuk sebagai ketua dewan,” tutup Tumbelaka.(Noberd Losa)
Sejarah Desa Tewasen
Posted on with sejarah kampoeng, utama Tidak ada komentarPrasasti Watupinawetengan |
Sulut, SahabatTewasen, -
Menurut
cerita beberapa tetua keluarga Minahasa, masih ada dua , Pakasa’an dalam cerita
tua Minahasa yang pergi ke wilayah Gorontalo (sekarang ini turunan opok Suawa)
dan Tou-Ure yang tinggal menetap di pengunungan Wulur – Mahatus. Tou-Ure
artinya orang lama.
Teori pembentukan masyarakat pendukung zaman batu besar atau “megalit” tulisan
Drs. Teguh Asmar dalam makalahnya “Prasejarah Sulawesi Utara” tahun 1986.
Jaman
Megalit terbentuk sekitar 2500 tahun sebelum Masehi, contoh zaman batu besar
adalah memusatkan upacara adat di batu-batu besar seperti Watu Pinawetengan.
Jaman
batu baru atau zaman Neolit di Sulawesi Utara dimulai tahun Milenium pertama
sebelum masehi atau sekitar seribu tahun sebelum masehi. Contohnya pembuatan
batu kubur Waruga.
Pada
waktu itu orang Minahasa yang berbudaya Malesung telah mengenal pemerintahan
yang teratur dalam bentuk kelompok Taranak secabang keturunan misalnya turunan
opok Soputan, Makaliwe, Mandei, Pinontoan dan Mamarimbing. Pemimpin tertinggi
mereka adalah yang bergelar Muntu-Untu, yang memimpin musyarah di Watu
Pinawetengan pada abad ke – 7.
Pakasa’an
Tou-Ure kemungkinan tidak ikut dalam musyawarah di Pinawetengan untuk berikrar
satu keturunan Toar dan Lumimuut dimana semua Pakasa’an menyebut dirinya Mahasa
asal kata Esa artinya satu, hingga Tou-Ure dilupakan dalam cerita tua Minahasa.
Belum dapat
ditelusuri pada abad keberapa pakasa’an Tountewo pecah dua menjadi Pakasa’an
Toundanou dan Tounsea hingga Minahasa memiliki empat Pakasa’an . Yakni
Toungkimbut berubah menjadi Toumpakewa, Toumbuluk, Tonsea dan Toundanou.
Kondisi
Pakasa’an di Minahasa pada zaman Belanda terlihat sudah berubah lagi dimana
Pakasa’an Tontemboan telah membelah dua wilayah Pakasa’an Toundanouw dan telah lahir pakasa’an Tondano, Touwuntu
dan Toundanou.
Pakasa’an
Tondano terdiri dari walak Kakas, Romboken dan Toulour. Pakasa’an Touwuntu
terdiri dari walak Tousuraya dan Toulumalak yang sekarang disebut Pasan serta
Ratahan. Pakasa’an Toundanou terdiri dari walak Tombatu dan Tonsawang.
Adapun
empat buah perahu yang menyusul rombongan Toar dan Lumimuut, konon dua di antaranya
berlabuh di Kema, kemudian mendirikan pemukiman di Minawerot, Kumelembuay dan
Kalawat (Klabat). Satu buah perahu berlabuh di Atep.
Mereka
menuju ke sebelah barat dan menjumpai sebuah danau besar yang berada di tengah
dataran tinggi dan memutuskan untuk bermukim di situ lalu mendirikan pemukiman
Tataaran, Koya, Tampusu (Remboken) dan Kakas.
Namun
beberapa di antaranya, menyusuri pesisir pantai ke arah selatan hingga tiba di
Bentenan dan sebahagian lagi di antaranya menuju ke sebelah barat lalu mendirikan
pemukiman Tosuraya. Sedangkan satu buah perahu berlabuh di Pogidon kemudian
mendirikan pemukiman Singkil dan Malalayang di sekitar Gunung Bantik.
Ketika
penduduk di sekitar Danau Bulilin terus bertambah banyak, para Tonaas, Walian
dan Potuusan berinisiatif mengadakan musyawarah untuk membicarakan tentang
(Tumani) penyebaran penduduk ke berbagai penjuru di tanah Malesung.
Tumani
inilah yang dikatakan H. M. Taulu (Op. Cit, 1955) sebagai pemancaran pertama
orang Minahasa. Di tempat yang baru, mereka bertemu dengan orang-orang lain
yang bukan sekaum Taranak. Di antara turunan mereka, terjadi perkawinan campur
sehingga dengan semakin banyaknya Taranak-taranak, maka terciptalah wanua
(negeri).
Sebagaimana
ketentuan adat, golongan Pasiowan Telu diwajibkan melakukan pekerjaan-pekerjaan
untuk kepentingan umum dan pinontol (bekerja kepada para pemimpin), seperti
menanam dan menuai.
Selain
itu diwajibkan membagi hasil pertanian, peternakan maupun perburuan mereka
kepada golongan Makarua Makasiow dan golongan Makatelu Pitu serta melakukan
ketentuan-ketentuan adat misalnya mempersiapkan kurban persembahan setiap
dilangsungkan ritual poso negeri dan menjaga keamanan negeri secara bergiliran
(Drs. R. E. H. Kotambunan,Minahasa II & III, 1985).
Sekitar
abad ke-5 terjadi pemberontakan dan peperangan dari golongan Pasiowan Telu
karena tuntutan mereka agar tanah-tanah adat sebagai lahan pertanian yang
sebagian besar sudah di-apar (diolah) sebagai milik golongan Makarua Siow dan
Makatelu Pitu agar dibagi secara adil, menuntut agar sistem pengangkatan
pemimpin tidak lagi bersifat otoritas golongan Makarua Siow dan golongan
Makatelu Pitu, melainkan harus dipilih dari seluruh anggota masyarakat, tidak
dikabulkan dengan alasan tidak sesuai dengan ketentuan adat.
Melihat
peperangan antar Walak (kelompok Taranak) terus berlangsung, tahun 670,
beberapa Walian dan Tonaas menyadari akan pentingnya suatu musyawarah di dalam
usaha menciptakan kembali akan persatuan dan kesatuan yang berlangsung di
sekitar kaki Gunung Tonderukan. Di tempat itu, terdapat sebuah batu “Tumotowa”
tempat pelaksanaan ritual poso (J. G. F. Riedel, The Minahasa, 1862).
Kendati
berlangsung alot, namun musyawarah yang dipimpin oleh Tonaas Kapero yang
berasal dari kelompok Pasiowan Telu bersama Muntu Untu dari golongan Makarua
Siow sebagai panitera/notulis dan Mandey sebagai saksi, berhasil mencapai
beberapa kesepakatan penting, di antaranya: - Menerima penetapan pembagian pemukiman setiap kaum Taranak - Setiap
kaum Taranak dapat mengembangkan ketentuan adat dan ritual yang tetap
berlandaskan kepercayaan terhadap Empung Walian Wangko (Tuhan Yang Maha Agung)
dan opo (leluhur). - Setiap kaum Taranak dapat mengembangkan bahasa
sesuai kehendak masing-masing, namun semuanya tetap mengaku sebagai satu
Kasuruan, yang tidak dapat dicerai-beraikan oleh siapapun.
Nah,,,Taranak
yang dipimpin oleh Tonaas Karemis dan
Piay inilah yang pergi ke arah barat dan menyebar ke Tombasian, Kawangkoan,
Langowan, Rumoong (Tareran) dan Tewasen.
(Ada beberapa
Cerita Soal Asal Muasal Desa Tewasen, dan kali ini saya akan mengulas asal
Muasal Desa Tewasen dari Versi Minahasa Tenggara, dan kumpulan cerita ini
diambil dari beberapa Sumber.walaupun saya hanya Setengah berdarah Tewasen tapi
Kecintaan terhadap Kampung Ibu Saya Antje Rempowatu anak dari Alm.Oscar “Abeng”
Rempowatu tak pernah setengah-setengah).
Brigade Manguni dan GP Ansor Serukan Jaga Stabilitas Sulut di Pilpres
Posted on Jumat, 13 Juni 2014 with sejarah kampoeng, utama 1 komentarFarry Malonda, Dewan Tonaas BM |
Manado, SahabatTewasen,-
Nuansa politik yang kian memanas di pemilihan calon Presiden dan calon Wakil Presiden (Capres – Cawapres) di perhelatan demokrasi Pemilihan Presiden (Pilpres) 9 Juli 2014, membuat Organisasi Masyarakat harap-harap cemas terjadi perpecahan, Brigade Manguni (BM) dan Gerakan Pemuda (GP) Ansor Sulut putuskan angkat bicara.
Tonaas Farry Malonda, Dewan Pimpinan Tonaas BM Sulut menginstruksikan kepada ribuan anggotanya untuk menahan diri dan ikut berpartisipasi dengan pihak keamanan menjaga stabilitas daerah.
“Semua anak bangsa wajib menjaga stabiltas tak terkecuali putra Sulut. Di Pilpres ini kita berdemokrasi biarkan hak asasi berpolitik setiap insane untuk menentukan pilihan jangan ada pemaksaan, jangan sampai terpancing dengan kampanye hitam. Jika ada yang mau memprovokasi daerah, BM siap membantu aparat,” tegas Malonda yang juga Korwil BMI Kalimantan.
Malonda yang juga Koordinator Wilayah (Korwil) Brigade Manguni Indonesia Kalimantan Timur menginstruksikan wajib hukumnya dilakukan oleh ribuan anggotanya, namun dalam menjalankan tugas, ia tidak menyarankan ada tindakan anarkis.
“Jangan bertindak dengan kekerasan, anggota saya tidak pernah punya sifat ini, bantu aparat, jika ditemukan ada orang yang sengaja memprovokasi segera bertindak dengan mengamankan dan segera dibawah kepada pihak berwajib,” tutup Malonda sembari mengharapkan adanya rasa cinta terhadap daerah dalam perbedaan.
Benny Rhmdani, Ketua GP Ansor Sulut |
Sementara ketua GP Ansor Sulut Benny Rhamdani, menginstruksikan anggotanya siaga terhadap segala kemungkinan yang dapat memecah belah keamanan daerah.
“Demi terselenggaranya Pilpres 2014 yang jujur, adil dan bermartabat, saya memberikan instruksi kepada sejuruh Jajaran pengurus, kader dan anggota Ansor dan Banser di seluruh wilayah Kab/Kota se-Sulawesi Utara. Memantau dan melaporkan siapapun individu atau institusi yang melakukan tindakan intimidasi, teror dan politik uang dengan tujuan untuk mempengaruhi pilihan politik masyarakat,” tukas Rhamdani.
Ditegaskannya, tindakan tegas tidak sebatas pencegahan tapi juga penangkapan terhadap oknum yang coba mengganggu stabilitas Sulut dan menyerahkannya ke pihak Bawaslu untuk pelaku dari kalangan masyarakat sipil, ke Propam Polres atau Polda untuk pelaku anggota Polri dan ke Pom/Denpom untuk pelaku anggota TNI.(Noberd Losa)
Pengucapan Minsel Pertengahan Juli
Posted on with pengucapan, utama Tidak ada komentarDesa Tewasen |
Minsel, SahabatTewasen -
Dalam waktu dekat, warga Minahasa Selatan akan merayakan hari yang sangat dinantikan yaitu pengucapan syukur. "Berdasarkan rapat badan pekerja, sudah diputuskan, bahwa pelaksanaan pengucapan syukur di Minsel pada minggu ke dua Juli nanti atau tanggal 13 Juli," jelas ketua Wilayah Amurang Pendeta Jesie Kolonio, Jumat (6/6/2014).
Ia menambahkan, pada pengucapan tersebut nanti, warga tidak perlu memaksakan diri untuk menyiapkan sesuatu secara berlebihan, hanya semampunya saja. "Sebab inti pengucapan adalah bersyukur atas berkat yang sudah diberikan Tuhan kepada kita sepanjang tahun, serta sebagai momen kita untuk berkumpul bersama dengan keluarga," jelas dia.
Dijelaskannya, ini sebagai momen juga untuk kita berbagi dengan sesama."Kebiasaan di Minsel memang, selama pengucapan, siapa saja yang datang dilayani, tapi bukan berarti harus foya-foya, yang berdampak nantinya berhutang," ujarnya.
Ia berharap agar masyarakat tetap menjaga keamanan selama pengucapan syukur."Kita harus menjadi tuan rumah yang baik, jaga keamanan, terutama jauhkan dari mabuk-mabukan yang bisa memicu keributan," jelas dia. Masyarakat juga sebisa mungkin, menyiapkan lahan parkiran, supaya tidak mengganggu arus lalulintas, apalagi di jalan Trans Sulawesi.(Noberd Losa)
Langganan:
Postingan (Atom)