Sejarah Kampoeng

Peristiwa

Pengucapan

Kegiatan Kampoeng

Sejarah Desa Tewasen

Sabtu, 14 Juni 2014


Prasasti Watupinawetengan
Sulut, SahabatTewasen, -

Menurut cerita beberapa tetua keluarga Minahasa, masih ada dua , Pakasa’an dalam cerita tua Minahasa yang pergi ke wilayah Gorontalo (sekarang ini turunan opok Suawa) dan Tou-Ure yang tinggal menetap di pengunungan Wulur – Mahatus. Tou-Ure artinya orang lama.

Teori pembentukan masyarakat pendukung zaman batu besar atau “megalit” tulisan Drs. Teguh Asmar dalam makalahnya “Prasejarah Sulawesi Utara” tahun 1986. 

Jaman Megalit terbentuk sekitar 2500 tahun sebelum Masehi, contoh zaman batu besar adalah memusatkan upacara adat di batu-batu besar seperti Watu Pinawetengan.

Jaman batu baru atau zaman Neolit di Sulawesi Utara dimulai tahun Milenium pertama sebelum masehi atau sekitar seribu tahun sebelum masehi. Contohnya pembuatan batu kubur Waruga.

Pada waktu itu orang Minahasa yang berbudaya Malesung telah mengenal pemerintahan yang teratur dalam bentuk kelompok Taranak secabang keturunan misalnya turunan opok Soputan, Makaliwe, Mandei, Pinontoan dan Mamarimbing. Pemimpin tertinggi mereka adalah yang bergelar Muntu-Untu, yang memimpin musyarah di Watu Pinawetengan pada abad ke – 7.

Pakasa’an Tou-Ure kemungkinan tidak ikut dalam musyawarah di Pinawetengan untuk berikrar satu keturunan Toar dan Lumimuut dimana semua Pakasa’an menyebut dirinya Mahasa asal kata Esa artinya satu, hingga Tou-Ure dilupakan dalam cerita tua Minahasa.

Belum dapat ditelusuri pada abad keberapa pakasa’an Tountewo pecah dua menjadi Pakasa’an Toundanou dan Tounsea hingga Minahasa memiliki empat Pakasa’an . Yakni Toungkimbut berubah menjadi Toumpakewa, Toumbuluk, Tonsea dan Toundanou.

Kondisi Pakasa’an di Minahasa pada zaman Belanda terlihat sudah berubah lagi dimana Pakasa’an Tontemboan telah membelah dua wilayah Pakasa’an Toundanouw  dan telah lahir pakasa’an Tondano, Touwuntu dan Toundanou.

Pakasa’an Tondano terdiri dari walak Kakas, Romboken dan Toulour. Pakasa’an Touwuntu terdiri dari walak Tousuraya dan Toulumalak yang sekarang disebut Pasan serta Ratahan. Pakasa’an Toundanou terdiri dari walak Tombatu dan Tonsawang.

Adapun empat buah perahu yang menyusul rombongan Toar dan Lumimuut, konon dua di antaranya berlabuh di Kema, kemudian mendirikan pemukiman di Minawerot, Kumelembuay dan Kalawat (Klabat). Satu buah perahu berlabuh di Atep.

Mereka menuju ke sebelah barat dan menjumpai sebuah danau besar yang berada di tengah dataran tinggi dan memutuskan untuk bermukim di situ lalu mendirikan pemukiman Tataaran, Koya, Tampusu (Remboken) dan Kakas.

Namun beberapa di antaranya, menyusuri pesisir pantai ke arah selatan hingga tiba di Bentenan dan sebahagian lagi di antaranya menuju ke sebelah barat lalu mendirikan pemukiman Tosuraya. Sedangkan satu buah perahu berlabuh di Pogidon kemudian mendirikan pemukiman Singkil dan Malalayang di sekitar Gunung Bantik.

Ketika penduduk di sekitar Danau Bulilin terus bertambah banyak, para Tonaas, Walian dan Potuusan berinisiatif mengadakan musyawarah untuk membicarakan tentang (Tumani) penyebaran penduduk ke berbagai penjuru di tanah Malesung.

Tumani inilah yang dikatakan H. M. Taulu (Op. Cit, 1955) sebagai pemancaran pertama orang Minahasa. Di tempat yang baru, mereka bertemu dengan orang-orang lain yang bukan sekaum Taranak. Di antara turunan mereka, terjadi perkawinan campur sehingga dengan semakin banyaknya Taranak-taranak, maka terciptalah wanua (negeri).

Sebagaimana ketentuan adat, golongan Pasiowan Telu diwajibkan melakukan pekerjaan-pekerjaan untuk kepentingan umum dan pinontol (bekerja kepada para pemimpin), seperti menanam dan menuai.

Selain itu diwajibkan membagi hasil pertanian, peternakan maupun perburuan mereka kepada golongan Makarua Makasiow dan golongan Makatelu Pitu serta melakukan ketentuan-ketentuan adat misalnya mempersiapkan kurban persembahan setiap dilangsungkan ritual poso negeri dan menjaga keamanan negeri secara bergiliran (Drs. R. E. H. Kotambunan,Minahasa II & III, 1985).

Sekitar abad ke-5 terjadi pemberontakan dan peperangan dari golongan Pasiowan Telu karena tuntutan mereka agar tanah-tanah adat sebagai lahan pertanian yang sebagian besar sudah di-apar (diolah) sebagai milik golongan Makarua Siow dan Makatelu Pitu agar dibagi secara adil, menuntut agar sistem pengangkatan pemimpin tidak lagi bersifat otoritas golongan Makarua Siow dan golongan Makatelu Pitu, melainkan harus dipilih dari seluruh anggota masyarakat, tidak dikabulkan dengan alasan tidak sesuai dengan ketentuan adat.

Melihat peperangan antar Walak (kelompok Taranak) terus berlangsung, tahun 670, beberapa Walian dan Tonaas menyadari akan pentingnya suatu musyawarah di dalam usaha menciptakan kembali akan persatuan dan kesatuan yang berlangsung di sekitar kaki Gunung Tonderukan. Di tempat itu, terdapat sebuah batu “Tumotowa” tempat pelaksanaan ritual poso (J. G. F. Riedel, The Minahasa, 1862).

Kendati berlangsung alot, namun musyawarah yang dipimpin oleh Tonaas Kapero yang berasal dari kelompok Pasiowan Telu bersama Muntu Untu dari golongan Makarua Siow sebagai panitera/notulis dan Mandey sebagai saksi, berhasil mencapai beberapa kesepakatan penting, di antaranya: - Menerima penetapan pembagian pemukiman setiap kaum Taranak - Setiap kaum Taranak dapat mengembangkan ketentuan adat dan ritual yang tetap berlandaskan kepercayaan terhadap Empung Walian Wangko (Tuhan Yang Maha Agung) dan opo (leluhur). - Setiap kaum Taranak dapat mengembangkan bahasa sesuai kehendak masing-masing, namun semuanya tetap mengaku sebagai satu Kasuruan, yang tidak dapat dicerai-beraikan oleh siapapun.

Nah,,,Taranak yang dipimpin oleh Tonaas Karemis dan Piay inilah yang pergi ke arah barat dan menyebar ke Tombasian, Kawangkoan, Langowan, Rumoong (Tareran) dan Tewasen.


(Ada beberapa Cerita Soal Asal Muasal Desa Tewasen, dan kali ini saya akan mengulas asal Muasal Desa Tewasen dari Versi Minahasa Tenggara, dan kumpulan cerita ini diambil dari beberapa Sumber.walaupun saya hanya Setengah berdarah Tewasen tapi Kecintaan terhadap Kampung Ibu Saya Antje Rempowatu anak dari Alm.Oscar “Abeng” Rempowatu tak pernah setengah-setengah).

Latest

Blog Archive